Senin, 20 Oktober 2008

Cegah Lahan Jadi Gurun Pasir

Lahan 10 ha itu sungguh merana. Jangankan pohon, semak pun tak tumbuh. Lapisan top soil sedalam 60 cm musnah sudah akibat penambangan batubara liar. Tanah berlubang-lubang. Bertahun-tahun pascapenambangan ilegal, tanah di Senakin, Kalimantan Selatan, itu dibiarkan begitu saja. Kondisi itulah yang menggerakkan Isroi, SSi, MS, peneliti di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, mereklamasinya. Ia memberi limbah organik dengan bakteri Trichoderma harzianum, Trichoderma pseudokongii, dan Aspergillus sp.

Lahan 10 ha itu sungguh merana. Jangankan pohon, semak pun tak tumbuh. Lapisan top soil sedalam 60 cm musnah sudah akibat penambangan batubara liar. Tanah berlubang-lubang. Bertahun-tahun pascapenambangan ilegal, tanah di Senakin, Kalimantan Selatan, itu dibiarkan begitu saja. Kondisi itulah yang menggerakkan Isroi, SSi, MS, peneliti di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, mereklamasinya. Ia memberi limbah organik dengan bakteri Trichoderma harzianum, Trichoderma pseudokongii, dan Aspergillus sp.

Kini dekat lahan itu puluhan pekebun menuai cabai, kacangpanjang, kangkung, mentimun, dan tomat. Tanaman-tanaman itu tumbuh subur. Nasir, pekebun di Desa Pudi, Kotabaru, Kalimantan Selatan, menuai 10 ton cabai dari lahan 1,5 ha pada Juni 2007. Populasi mencapai 20-ribu tanaman/ha. Produksi itu memang lebih rendah daripada di Jawa yang umumnya kaya unsur hara. Sekarang di lahan bekas galian batubara itu menjadi sentra komoditas sayuran. Sebagian pekebun juga membudidayakan beragam tanaman perkebunan seperti karet, sengon, dan akasia.

Bahan organik dan mikroorganisme itulah yang berperan penting untuk memperbaiki struktur tanah. Keduanya sohor dengan sebutan pembenah tanah. Maksudnya yang berperan membenahi tanah rusak. Jika pupuk organik hanya mengomposkan bahan-bahan organik secara alami, pupuk hayati mengomposkan bahan-bahan organik dengan bantuan mikroorganisme.

'Mikroba memang salah satu pembenah tanah paling efektif,' kata Isroi. Sebagai pembenah tanah, keistimewaan mikroorganisme dan limbah organik adalah murah, mudah dibuat, dan ramah lingkungan.

Selain itu, mikroorganisme dan limbah organik juga mudah didapatkan ketimbang pembenah tanah lainnya seperti bitumen, fosfat alam, dolomit, gipsum, dan lateks. Setelah mengomposkan limbah pertanian dengan mikroba selama 2 pekan, pekebun dapat memperoleh pembenah. Penggunaannya biasanya diiringi dengan menurunnya pemanfaatan pupuk kimia sehingga terjadi penghematan. Harap mafhum, dengan pembenah tanah struktur dan kesuburan tanah meningkat. Dampaknya, penggunaan pupuk kimia pun menurun.

Setidaknya itulah pengalaman Ahmad Zakaria, petani padi di Sulihasih, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lima tahun lalu, ketika belum memanfaatkan pembenah tanah, pria 75 tahun itu rutin menebarkan 300 NPK per ha. Sekarang, ia hanya memberikan 75 kg sehingga terjadi penghematan Rp506.250 bila harga sekilo NPK Rp2.250. Menurunnya volume pupuk kimia itu memang tak langsung, tapi setelah 3 musim tanam. Ia menurunkan dosisnya 25% setiap musim. Yang menggembirakan, meski volume pupuk menurun, tetapi produksi justru meningkat.

Itulah yang dirasakan Zakaria. Sejak 2002, ia memanfaatkan pembenah tanah kompos yang dibuat dengan memfermentasi jerami dengan bantuan mikroba. Untuk luasan 150 ha, ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) itu menambahkan 1,050 ton pembenah tanah. Hasilnya, ia menuai padi minimal 8 ton per ha. Saat belum menggunakan pembenah tanah, produksi paling banter hanya 6 ton per ha. Ia memang harus mengeluarkan biaya tambahan Rp13.125.000 untuk belanja pembenah tanah. Namun, peningkatan produksi 3 ton/ha masih menguntungkan.
Beragam

Menurut Isroi, 'Dibandingkan dengan pupuk kimia, pupuk hayati hasilnya memang lebih lambat.' Itu yang menyebabkan pekebun tak sabar ingin melihat reaksi pembenah tanah secepat mungkin. Pantas, mengubah kebiasaan pekebun untuk mengganti pupuk kimia menjadi pupuk mikroba, bukan hal gampang.

Ketika subsidi pupuk dicabut pada 2004, banyak pekebun tertarik menggunakan pembenah tanah. Di seluruh provinsi tercatat 202 desa menjadi bagian Prima Tani, yaitu desa yang menggunakan pupuk organik sekaligus mikroba. Kini, jumlahnya bakal ditingkatkan menjadi 10.000 desa.

Saat ini di pasaran tersedia beragam pupuk mikroba. Sekadar menyebut contoh ada Promi, Puja 168, Amino Organik, Lantagar, Hidrolisat Sampi, Grow Quick, Golden Guano, Rite Grow, Orgadec, Emas, Riposan, dan Biokompos. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI juga menyediakan pembenah tanah berupa mikrosa Glomus aggregatum.

IndoRaya Mitra Persada yang memproduksi Puja 168 memanfaatkan buah-buahan dan sayuran segar sebagai bahan baku. 'Makanya pupuk Puja bisa diminum,' kata Joselito G Fransisco, general manager PT IndoRaya Mitra Persada. Sedangkan Ayub Pranata di Lembang, Bandung menggunakan ikan gabus, lele, dan belut yang kaya protein sebagai bahan baku pupuk mikroba Biosugih Tani.

Beberapa mikroba yang banyak dimanfaatkan sebagai pembenah tanah antara lain Trichoderma pseudokongii, melindungi tanaman dari serangan penyakit; rhizobium, penambat N udara; Bacillus sp dan Pseudomonas sp, pelarut fosfat; Metarrhizium aniopliae, mengendalikan larva Orycytes rhinoceros hama kelapa sawit; dan Lactobacillus sp pencegah busuk akar. Meski jenis beragam, tetapi, semua mikroba memiliki metode kerja yang sama,' kata Joselito.

Para makhluk supermini itu menguraikan elemen pupuk ke bentuk ion yang mudah diserap tanaman. Pada tahap itu suhu tanah mempengaruhi tingkat kegiatan mikroba. Mikroba thermofilik hanya bekerja jika suhu tanah berada di atas 80oC. Setelah itu terjadi fase osmosis, elemen nutrisi yang telah terurai oleh mikroba bergerak ke tempat yang rendah nutrisi.

Kemudian di fase hidrolisis air, mikroba berinteraksi dengan pupuk serta menguraikan kandungan pupuk dan melepaskannya ke dalam tanah. Dengan aplikasi pupuk mikroba itu, tanah menjadi lebih subur lantaran memiliki hara lebih tinggi dibanding sebelumnya.
Jadi padang pasir?

Di Indonesia, pembenah tanah tergolong baru, mulai dikenal pada 2002. Padahal, para pekebun di Kalifornia, Amerika Serikat, akrab dengan pembenah tanah sejak 1973-1974. Ketika itu tanah di negeri Paman Sam itu selalu diolah intensif sehingga berubah strukturnya. 'Jika datang angin, butir-butir tanah itu bertaburan mirip sekali dengan padang pasir,' kata Dr Achmad Rahman, peneliti Balai Penelitian Tanah, Bogor yang alumnus Missouri University, Amerika Serikat, itu. Kondisi di Indonesia saat ini tak jauh berbeda.

'Hasil penelitian membuktikan bahan organik di semua daerah di Indonesia kurang dari 2%,' kata Achmad. Tanah di Indonesia memang sudah seharusnya dibenahi secepatnya. 'Jika tidak, bakal berubah menjadi padang pasir yang tak bisa ditumbuhkan apa pun,' kata Isroi. Contoh, lahan hasil pengurukan penambangan batubara yang miskin unsur hara, tanah asam, dan minimnya bahan organik di Kalimantan. Hampir tidak ada biota hidup di tanah bekas penambangan batubara itu.

'Di tanah bekas penambangan, permukaannya telalu kering kerontang atau over burden,' kata Isroi. Hal itu disebabkan akar tanaman anggota famili Leguminoceae yang ditanam di tanah bekas penambangan batubara hampir tidak ditemui adanya bakteri rhizobium penyubur tanah. Lahan batubara pun gundul.

Pembenahan tanah suatu keharusan jika tidak ingin produksi terus melorot, sementara biaya kian menjulang. 'Tanah tak pernah dibenahi, produktivitasnya turun,' kata Dr Ir Suwardi, periset Depertemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Jika tidak dipelihara dengan baik, pekebun tinggal menunggu dentang lonceng kerusakan.

Tanah rusak berarti tanah kehilangan fungsinya karena eksploitasi terus-menerus, pencemaran, atau penggenangan. 'Selain memperbaiki pH dan kandungan tanah, pembenahan juga harus dilakukan dengan mengatur irigasi, drainase, dan juga kemiringan lahan,' kata Prof Dr Syekhfani, periset Jurusan Tanah, Universitas Brawijaya, Jawa Timur. (Vina Fitriani/Peliput: Argohartono A.R, Lani Marliani & Nesia Artdiyasa)

Tidak ada komentar: