Selasa, 26 Agustus 2008

Biarkan mereka berbenah

“Kini, jumlah bahan organik di tanah seluruh Indonesia rata-rata hanya tinggal 2% saja,”kata Dr Ir Achmad Rachman, kepala Balai Penelitian Tanah, Bogor. Jumlah itu sepertiga dibanding 20 tahun lalu, yang nilainya 6,8%. Dampaknya, tanah tak mampu berproduktivitas maksimal. Pun, jika dipaksa harus mengaplikasikan pupuk dalam jumlah yang berkali-kali lipat. Namun, pemberian kimia terus-menerus, tanah bakal mati. Artinya, tanah rusak dan tak bisa ditanami lagi.

“Sebenarnya tanah yang produktivitasnya rendah itu disebabkan tanah sakit,” kata Suwardi, periset Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. Tanah tak lagi memiliki kekuatan lantaran tidak pernah diberi makanan berupa hara untuk memperkokoh strukturnya. Tanah bakal semakin sakit dan berubah fisiknya menjadi pasir yang tak bisa lagi ditanami. ”Salah satu parameter sehat atau sakitnya tanah adalah kandungan bahan organik,” kata Suwardi. Tanah berbahan organik tinggi memperlihatkan struktur tanah yang gembur, mudah menyerap air, dan kapasitas tukar kation tinggi.
Kapasitas tukar kation menjadi ciri utama tingkat kesuburan tanah. Jika nilainya tinggi, kemampuan tanah untuk menyerap dan melarutkan unsur hara dalam tanah semakin tinggi. Misalnya, tanah dipupuk urea. Urea di dalam tanah bakal membentuk ion amonium (NH4+). Jika ion ini tidak diikat oleh tanah maka terbuang percuma lewat air irigasi.

Dibenahi
Menurut Suwardi, agar tanah tetap sehat pembenahan mesti dilakukan setelah panen. “Tanah setelah ditanami, unsur haranya berkurang makanya jika tidak dibenahi kemampuannya untuk berproduksi menjadi rendah,” kata alumnus doktor Tokyo Agricultural University, Jepang itu. Pembenah tanah itu sifatnya tak hanya memperbaiki secara fisik sja, tapi juga kimia dan biologis tanah. Seperti meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air irigasi lahan persawahan, menjaga keseimbangan pH tanah, mengikat logam berat yang bersifat racun bagi tanaman seperti Pb dan Cd. Mengikat kation dari unsur dalam pupuk misalnya NH4+ dari urea K+ dari KC1, sehingga penyerapan pupuk menjadi efisien, dan meningkatkan KPK tanah. Kesemuanya berujung pada peningkatan hasil tanaman.
Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian tahun 2006, nilai kapasitas tukar kation harus lebih besar dari 80 C mol +/kg dengan pH 4 sedangkan kadar logamnya harus rendah antara lain As 10 ppm, Hg 1 ppm, Pb 50 ppm, dan Cd 10 ppm. Yang paling penting, bahan pembenah tersedia di dekat lahan, harganya murah, dan dampak negatifnya rendah Ada dua jenis yaitu yang sifatnya sitesis dan alami. ”Lebih baik menggunakan yang alami saja, cukup efektif, dampaknya rendah, dan tersedia banyak di alam,” kata Suwardi.

Mudah
Zeolit, salahsatu pembenah tanah alami yang sering digunakan lantaran mudah aplikasi, murah, dan ringkas. Batuan ini berwama abu-abu sampai kebiru-biruan itu memiliki karakter melepas air yang dikandungnya setelah dipanaskan sehingga nampak seperti batu yang mendidih. Dengan pemanasan sampai 500o C maka zeolit akan mengalami aktifasi, berupa kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi. Nilai KPK dari zeolit ini adalah 120 me/100 gr. “Ada banyak penghasil zeolit di Indonesia, seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur, nilai KTKnya bervariasi dari 20—200 C mol +/kg.
Selain itu, zeolit juga mengandung lebih dari 30 mineral alami, antara lain natrolit, thomsonit, analit, hendalit, clinoptilotit, dan mordernit. Berkat mineral zeolit yang lengkap, hara tanaman tercukupi, makanya tanaman berproduktivitas lebih tinggi,” kata Achmad. Di Aceh misalnya, pemakaian zeolit 10 ton/ha menghasilkan 4,56 ton/ha, dengan 5 ton zeolit menghasilkan 4,26 ton/ha, bandingkan dengan yang tidak menggunakan zeolit sama sekali. Hasilnya, hanya 3,45 ton/ha.
Namun, jangan mengaplikasikannya di tanah yang masam. Sebab, zeolit bakal melepaskan asam-asam organik penurun pH tanah. Akibatnya, tanah terlalu masam dan kesuburan tanah turun. Sifat itu sama dengan aplikasi kapur pertanian dolomit yang kaya kalsium dan abu terbang batubara yang kaya mineral boron dan fosfor. “Untuk tanah yang masam, sebaiknya menggunakan gipsum,” kata Achmad. Aplikasi gipsum, takkan meningkatkan pH tapi mampu meningkatkan kadar kalsium pada tanah miskin hara dan meningkatkan agregasi struktur. Di daerah bekas tsunami, kadar NaCl tanah tinggi. Akibatnya nilai daya hantar listriknya mencapai angka 30, tanaman tak mungkin bisa tumbuh. Aplikasi 2—5 ton/ha gipsum menyelamatkan tanaman dari keracunan garam laut selama 1—3 musim dan menurunkan nilai daya hantar listrik menjadi 2.

Murah
Untuk memperbaiki struktur tanah yang terlanjur berpasir, perlu pembenah tanah agar agregatnya lebih tinggi. Sehingga erosi dan longsor dapat dihindari. Pembenah tanah bitumen menjadi andalan. Bitumen campuran hidrokarbon berbentuk cairan pekat, bahan organik biasanya diproses jadi aspal. Jadi fungsinya juga mirip aspal, yaitu pengikat, memperkuat tanah, dan memperbaiki lapisan jalan. Kemampuan itu disebabkan bitumen kaya karbon, hidrogen, sulfur, nitrogen dan oksigen. Namun, harganya mahal dan ketersediaannya di pasaran sedikit.
“Yang paling mudah dan banyak tersedia adalah kompos,” kata Suwardi. Kompos berasal dari fermentasi bahan organik yang biasanya limbah pertanian. Melalui proses pengomposan dihasilkan kandungan bahan organik tinggi memperbaiki sifat fisik tanah dan pada jangka waktu lama mengembalikan kesuburan dan produktivitas lahan. Hasil pengomposan lain, asam humat dan asam fulfat yang memacu pertumbuhan tanaman. Makanya, aplikasi kompos menurunkan kebutuhan pupuk kimia. Seperti hasil penelitian Achmad di Aceh. Sebagai contoh di Aceh, tanpa bahan organik, kebutuhan pupuk kimia mencapai urea 250 kg, SP-36 50 kg, KCL 50 kg, tetapi jika jerami 5 ton/ha diaplikasikan menjadi kompos urea hanya 230, SP36 50kg dan KCL tidak dibutuhkan lagi. Sedangkan jika 2 ton pupuk kandang urea 175, KCL 30 kg, Sedangkan pupuk fosfat tidak diperlukan lagi.
“Untuk mempermudah penyerapan kompos oleh tanaman, butuh bantuan mikroba ,” kata Isroi, SSi,MSi, peneliti Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. Beda mikroba, beda juga tugas dan manfaatnya. Misalnya, Trichoderma pseudokongii bersifat melindungi tanaman dari serangan penyakit, Aspergillus mengendalikan penyakit tanaman, Rhizobium penambat N udara, Bacillus sp dan Pseudomonas sp pelarut fosfat, dan Metarrhizium aniopliae mengendalikan larva Orycytes rhinoceros pada kelapa sawit. Selain itu, “Dengan menggunakan pupuk limbah jerami dan sayuran dicampur mikroba, tanaman caisim tumbuh lebih cepat, hasilnya lebih banyak, dan daunnya tebal sehingga tidak robek kalo kena hujan,” kata Sulaiman, petani sayuran di Desa Geronggong, Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Mikroorganisme selain diaplikasikan berbarengan dengan kompos organik, juga bisa diaplikasikan dengan pembenah tanah seperti blotong. Itu dilakukan oleh Prof Wahono Hadi Susanto, dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Sejak 1996, Wahono mencampur blotong alias limbah tebu dengan Thiobacillus Sp. Hasilnya, produktifitas tebu meningkat dari 0,8 ton/ha menjadi 2 ton/ha. Menurut direktur PT Wahana Cipta Karya itu, blotong campur mikroba itu meningkatkan produksi karena mikroba Thiobacillus Sp mengurai mineral sulfur asal limbah tebu dan mempermudah penyerapannya ke dalam tanaman tebu. Jadi berkat Thibacillus, ya tebu makan tebu.

Tidak ada komentar: